Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Republik Indonesia, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, dan seluruh masyarakat anti korupsi, diminta untuk melakukan pengawasan ketat serta membongkar dugaan korupsi berjamaah di Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Perkumpulan Jurnalistik Reformasi Indonesia (JURI) Provinsi DKI Jakarta, Barita Hasintongan Pasaribu, mengungkapkan, sejak adanya Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, dugaan korupsi pengadaan dan proyek-proyek di Ibu Kota kian berjamaah, dan terbatas hanya di kalangan pejabat beserta kroni-kroninya.
Barita Hasintongan Pasaribu merinci, terdapat beberapa proyek yang direncanakan dan sedang berjalan di DKI Jakarta pada tahun 2025.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan 21 Ruang Terbuka Hijau (RTH). Selain itu, Dinas Sosial DKI Jakarta juga menargetkan untuk menjangkau 1.579 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada triwulan pertama tahun 2025. Anggaran yang diusulkan untuk DKI Jakarta pada tahun 2025 adalah Rp 91,14 triliun, dengan fokus pada belanja infrastruktur dan pendidikan.
Proyek Pembangunan 21 RTH. Pemprov DKI Jakarta menargetkan pembangunan 21 Ruang Terbuka Hijau pada tahun 2025.
Proyek Penanganan PMKS. Dinas Sosial DKI Jakarta menargetkan penjangkauan 1.579 PMKS pada triwulan pertama 2025.
Proyek Pengerukan Sedimen. Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta akan melakukan pengerukan sedimen lumpur di waduk, saluran penghubung (Phb), dan sungai.
Proyek Peningkatan Kualitas Infrastruktur. Anggaran yang diusulkan untuk belanja infrastruktur adalah Rp 36,30 triliun, yang mencakup berbagai proyek peningkatan infrastruktur.
Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan. Anggaran untuk pendidikan juga dialokasikan sebesar Rp 20,55 triliun untuk peningkatan kualitas pendidikan di Jakarta.
Selain itu, kata diia, perlu dicatat bahwa Jakarta masih berstatus sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan merupakan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Semua proyek-proyek itu sekarang ngakunya harus melalui Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta. Dan, masyarakat perlu mengetahui, pengadaan proyek di BPPBJ DKI Jakarta itu dimainkan oleh para oknum pejabat beserta kroni-kroninya. Dapat kami sampaikan, dugaan korupsi proyek di DKI Jakarta melalui BPPBJ kian berjamaah,” tutur Barita Hasintongan Pasaribu, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Selain proyek-proyek yang disebutkan di atas, lanjut dia, model pengadaan barang dan jasa di Provinsi DKI Jakarta ada yang bersifat lelang dan ada yang bersifat E-Katalog.
“Semuanya itu sangat berpotensi menjadi bancakan para oknum pejabat dan kroni-kroninya,” ujar Barita Hasintongan Pasaribu.
Barita Hasintongan Pasaribu mengungkapkan, salah satu modus korupsi proyek itu mulai terjadi semenjak pengumuman dimulainya tender proyek dan atau lewat pendaftaran.
Sejak awal pendaftaran, kata dia, sudah terjadi lobi proyek dengan oknum pejabat di BPPBJ, mulai dari Dinas, Panitia, Kelompok Kerja (Pokja), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dengan perusahaan rekanan yang diduga sebagai kroni-kroni mereka, dan diproyeksikan pasti akan menjadi pemenang tender proyek tersebut.
“Sejak semula, sudah ada deal bahkan janji berapa persen yang akan dibagikan kepada pihak orang dalam alias ordal. Bahkan tidak segan-segan, para oknum itu meminta uang di depan, sebagai tanda keseriusan akan dimenangkan untuk pengadaan proyek tertentu itu,” ungkap Barita Hasintongan Pasaribu.
“Semua kontraktor yang ikut tender atau mau ikut proyek di DKI Jakarta juga sangat tahu modus-modus ini. Bahkan, ada yang mengajukan penawaran proyek misalnya 80 persen, dan harus memberikan lima sampai 10 persen kepada orang dalam. Kan gila itu namanya. Modus-modus seperti itu sudah sangat berjamaah,” bebernya lagi.
Dari data dan informasi yang terbaru yang diperoleh timnya Barita Hasintongan Pasaribu, misalnya di Pokja J Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, ada Proyek Belanja Modal Pemagaran Gedung Kantor Masjid Raya KH Hasyim Asyari, yang menimbulkan reaksi keras dari para kontraktor yang mengikuti lelang tender proyek tersebut.
Pasalnya, Pokja J Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, yang dikoordinatori Febrian Duta Adhyaksa dengan anggota Pokja J yakni Sutarjo, S.Kom., Amir Fauzan, SH., dan Ahmad Zulfikar, begitu gampangnya menggagalkan para peserta lelang tender lainnya, hanya dengan membuat alasan yang disampaikan lewat surat elektronik bahwa perusahaan tersebut tidak layak mengikuti tender tersebut.
“Ada puluhan bahkan ratusan perusahaan kontraktor yang mengikuti tender proyek tersebut. Namun, karena diduga pihak Pokja sudah memiliki perusahaan jagoannya sendiri alias kroni-nya, maka perusahaan lainnya itu dinyatakan tidak lolos,” ungkap Barita Hasintongan Pasaribu.
Padahal, kata dia lagi, setelah diperiksa secara rinci dokumen-dokumen dan kelayakan par perusahaan kontraktor yang digagalkan itu, tidak ada satu pun persyaratan yang tidak terpenuhi.
“Semua syarat sudah dipenuhi, tidak ada yang tidak terpenuhi. Namun digagalkan hanya lewat jawaban surat elektronik dari Pokja J. Ini tentu saja ada yang tak beres di Pokja J itu,” tuturnya lagi.
Karena hal-hal seperti itulah, Barita Hasintongan Pasaribu dan rekan-rekannya mendesak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Republik Indonesia, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, dan seluruh masyarakat anti korupsi, untuk melakukan pengawasan ketat serta membongkar dugaan korupsi berjamaah di Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta.
Senada dengan Barita Hasintongan Pasaribu, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Nasional Indonesia (LBH PERJUANGAN NASIONAL INDONESIA), Jhon Roy P Siregar, menyampaikan, di saat masyarakat Indonesia dan khususnya Jakarta sedang dirundung persoalan perekonomian yang sangat pelik, justru dijadikan kesempatan oleh para oknum pejabat untuk menguasai dan merampok besar-besaran lewat proyek-proyek yang dilakukan lewat Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta.
“Kita tahu, Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang terbesar APBD-nya. Dengan ribuan proyek yang harus dikerjakan setiap tahunnya. Mulai dari proyek di tingkat Kelurahan, Kecamatan, Walikota, hingga Provinsi,” katanya.
“Seharusnya, pekerjaan-pekerjaan itu dapat membantu masyarakat Jakarta yang sangat terhimpit kondisi perekonomiannya, dengan mempekerjakan mereka secara manusiawi, dengan perusahaan-perusahaan kontraktor yang merekrut pekerja untuk melakukan proyek-proyek tersebut. Namun, apa yang terjadi? Semua proyek itu malah dikuasai oleh ordal dan kroni-kroninya,” tutur Jhon Roy P Siregar.
“Modus-modus penguasaan proyek seperti itu sudah terjadi sejak lama. Dan itu semakin langgeng dan seolah-olah transparan hanya melalui Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta,” lanjut Siregar.
Jhon Roy P Siregar setuju bahwa Kepala Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, yang kini dijabat I Dewa Gede Soni Aryawan, beserta jajarannya, untuk diperiksa dan dibongkar sampai ke akar-akarnya.
“Seharusnya sejak dulu hal itu dibongkar sampai ke akar-akarnya. Jangan dibiarkan kini mereka terus bercokol dan malah mengakar di dalam sana dengan terus menggerogoti anggaran dan merampok uang negara demi memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya,” tutur Jhon Roy P Siregar dengan nada geram.
Dia melanjutkan, jika Aparat Penegak Hukum (APH) ogah-ogahan atau malah mandul untuk membongkar dugaan korupsi berjamaah di Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, maka Siregar menyarankan agar seluruh masyarakat Jakarta, terutama warga yang mengalami kesulitan pekerjaan dan kesulitan perekonomian, untuk beramai-ramai mendatangi kantor-kantor oknum pejabat itu, dan atau mendatangi rumah-rumah oknum pejabat itu, untuk mengambil kembali uang dan harta hasil dugaan korupsi yang dilakukan para oknum pejabat dan kroni-kroninya itu.
“Jangan dikira masyarakat ini bodoh. Apakah harus akan tiba dulu saatnya ke titik amarah masyarakat baru akan bertindak? Apakah perlu warga harus mendatangi dulu satu per satu oknum pejabat dan kroni-kroninya itu untuk menguasai dan mengambil kembali hasil korupsi mereka? Apakah harus didatangi dulu beramai-ramai oleh warga ke kantor dan rumah-rumah I Dewa Gede Soni Aryawan, Febrian Duta Adhyaksa dengan anggota Pokja J yakni Sutarjo, S.Kom., Amir Fauzan, SH., dan Ahmad Zulfikar? Jika memang harus, maka hal itu pun pasti akan dilakukan oleh rakyat nantinya,” tandas Jhon Roy P Siregar.
Hingga berita ini diturunkan belum ada respon dari Kepala Badan Pengadaan dan Pelayanan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, yang kini dijabat I Dewa Gede Soni Aryawan, dan dari Pokja J BPPBJ Provinsi DKI Jakarta, yang dikoordinatori Febrian Duta Adhyaksa dengan anggota Pokja J yakni Sutarjo, S.Kom., Amir Fauzan, SH., dan Ahmad Zulfikar.(*)