Seratus hari kinerja Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung-Rano Karno belum ada yang nyata. Kaum emak-emak Jakarta menyebut, Enggak Ada Yang Nendang dari kerja seratus hari Gubernur DKI itu.
Hal itu terungkap dalam diskusi Diskusi Peluncuran Hasil Survei Partisipatif Warga Jakarta: ‘Pendapat Perempuan dan Emak-Emak Jakarta Terhadap Kinerja 100 Hari Gubernur dan APBD Jakarta Tahun 2025’, yang digelar oleh Koalisi Orang Muda dan Masyarakat Jakarta, secara virtual, Kamis, 26 Juni 2025.
“Enggak ada yang nendang. Sama saja seperti yang sebelum-sebelumnya,” ujar salah seorang Emak-emak yang menjadi peserta diskusi.
Dari hasil survei yang dipaparkan dalam diskusi, hingga Seratus Hari Kinerja Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung-Rano Karno, Kaum Perempuan dan Ibu-Ibu merasa terpinggirkan dari arah Pembangunan Kota Jakarta.
Tampil sebagai Pemapar Hasil Survei yakni Ketua HWD Jakarta, Murhayati, aktivis Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Fitri Nilam Sari, Ketua KPI Jakarta, Retno, REDDI Jakarta, Nurul Fitria.
Sedangkan penanggap dalam diskusi ini adalah Jurnalis Kompas Nina Susilo, Jurnalis Harian Rakyat Merdeka Jhon Roy P Siregar, Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bayu Wardhana, dengan moderator Henny Hayon dari Pekka Jakarta Timur. Acara dibawakan oleh Alya Fallah, Sekjen Serikat Mahasiswa Progresif SEMPRO.
Dalam rangka 100 hari pertama masa jabatan gubernur baru DKI Jakarta, Koalisi Warga dan Perempuan Jakarta merilis hasil survei partisipatif terhadap 140 perempuan dan ibu rumah tangga di 30 kelurahan.
Survei ini memotret persepsi, pengalaman, dan harapan warga perempuan terhadap kebijakan serta layanan publik di Jakarta saat ini.
Hasil survei menunjukkan bahwa banyak perempuan, terutama ibu rumah tangga, belum merasakan kehadiran nyata pemerintah dalam mengatasi kebutuhan pokok, akses layanan, dan perlindungan sosial.
Temuan Utama Survei antara lain; Harga bahan pokok jadi keluhan utama; 53,1 persen responden menyatakan tidak puas hingga sangat tidak puas.
Kemudian, transportasi umum mendapat penilaian positif, dengan 53,6 persen menyatakan puas atau sangat puas terhadap layanan seperti TJ, MRT, dan Jaklingko.
Selanjutnya, layanan kesehatan dan pendidikan masih terkendala antrean dan akses, meski cukup dirasakan manfaatnya.
Lalu, respons terhadap aduan warga dianggap lambat dan tidak tuntas oleh hampir separuh responden.
Sedangkan, Program UMKM dan perlindungan perempuan masih terbatas dan minim sosialisasi; hanya 26,8 persen yang merasa puas.
Realita yang Dihadapi Perempuan Jakarta
Dari hasil survei, ditemukan tantangan utama yang dihadapi perempuan dan ibu-ibu di Jakarta:
1. Kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak terkendali.
2. Kesulitan mencari pekerjaan, terutama bagi perempuan lansia dan penyintas kekerasan.
3. Beban ganda domestik dan ekonomi yang tidak mendapat dukungan kebijakan.
4. Minimnya perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender.
5. Ketimpangan akses terhadap pelatihan, bansos, dan layanan digital.
6. Keamanan lingkungan yang rendah dan pengaruh sosial negatif terhadap anak-anak.
Program Pemerintah yang Dirasakan Manfaatnya
Beberapa program seperti KJP, PKH, BPJS, bansos, dan transportasi gratis Jaklingko dinilai membantu. Namun, sebagian besar responden menyebut program-program tersebut:
• Belum menjangkau akar permasalahan
• Terlalu birokratis dan minim akses offline
• Terasa simbolik, bukan solusi nyata yang inklusif.
Harapan dan Tuntutan Masyarakat Perempuan
Ibu-ibu Jakarta menyampaikan aspirasi konkret:
• Subsidi bahan pokok yang menyasar keluarga miskin.
• Lapangan kerja inklusif dan pelatihan keterampilan.
• Rumah aman bagi korban kekerasan dan layanan hukum yang mudah dijangkau.
• Program gizi anak dan pencegahan stunting yang menyeluruh.
Pemerintah hadir di tingkat lokal: aktif di RT/RW dan tidak hanya di atas kertas.
• Sistem bansos dan pelayanan publik yang adil, transparan, dan bebas diskriminasi.
7 Rekomendasi Strategis untuk Pemprov DKI
1. Perluas subsidi pangan dan jangkauan gizi keluarga miskin.
2. Bangun peluang kerja berbasis komunitas untuk perempuan dan lansia.
3. Perkuat sistem perlindungan terhadap kekerasan gender, dari rumah aman hingga bantuan hukum.
4. Permudah akses bansos dan tingkatkan literasi digital warga.
5. Reformasi partisipasi perempuan dalam perencanaan wilayah (Musrenbang, forum RT/RW).
6. Fokuskan anggaran dan kebijakan pada isu stunting dan gizi anak secara terintegrasi.
7. Terapkan indikator layanan publik yang inklusif gender dan disabilitas.
“Perempuan dan ibu-ibu Jakarta bukan hanya penerima manfaat, mereka adalah penjaga kota yang seharusnya menjadi aktor utama dalam pembangunan. Jika suara mereka tak didengar, maka Jakarta kehilangan arah kemanusiaannya,” ujar Dika Moehammad, Koordinator Koalisi Orang Muda & Masyarakat Sipil (KOMMAS).
Kertas posisi ini menyuarakan realitas sehari-hari yang tak tergambarkan dalam statistik resmi. Kami mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadikan hasil survei ini sebagai panduan korektif dan strategis, agar pembangunan kota menjadi lebih adil, aman, dan berpihak pada perempuan dan anak—bukan sekadar modern secara infrastruktur.(*)