Kantor Polres Metro Bekasi Kota
Kantor Polres Metro Bekasi Kota

Sadis… Laporan Penipuan Rp 485 Juta Mandek 5 Tahun, Korban Pelapor Dimainkan Oknum Polres Bekasi Kota

Korban penipuan Rp 485 juta yang merupakan pelapor di Polres Metro Bekasi Kota, Faizal Soewandono alias Dono, mendesak Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro, S.H., S.I.K., M.H., dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri, untuk segera menindak tegas anak buahnya, dengan melakukan pemecatan terhadap oknum penyidik di Polres Metro Bekasi Kota, atas laporan penipuan yang mandek selama 5 tahun, serta mempermain-mainkan korban dengan memintai uang hingga puluhan juta rupiah.

“Saya merasa sangat dipermain-mainkan oleh oknum penyidik di Polres Metro Bekasi Kota, atas laporan saya yang mandek sudah 5 tahun, dan uang saya yang dimintain untuk pengurusan laporan saya,” ungkap Faizal Soewandono alias Dono, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Faizal Soewandono atau Dono yang adalah warga Bekasi Selatan, Kota Bekasi, mempertanyakan soal kejelasan laporan kasus dugaan penipuan yang dilaporkannya ke Polres Metro Bekasi sejak lima tahun lalu.

Kasus penipuan tersebut melibatkan rekannya berinisial AD alias S dengan modus pinjam modal pengurusan sertifikat tanah.

“Sampai sekarang tidak ada kejelasan,” kata Dono.

Dono menceritakan, kasus dugaan penipuan ini berawal ketika rekannya menawarkan proyek pengurusan sertifikat tanah pada 2018.

Saat itu, rekannya berjanji akan membagikan hasil penjualan tanah setelah sertifikat diurus dengan syarat Dono memberikan modal sebesar Rp 485 juta.

Dono lantas memberikan modal sesuai permintaan S. Setelah disuntik modal, S ternyata tak kunjung menyelesaikan pengurusan sertifikat.

“Dari Januari sampai Desember 2019, ternyata data-data proses pengurusan tanah sama sekali tidak ada,” ungkap Dono.

Sadar adanya kejanggalan dalam proyek pengurusan sertifikat tanah ini, Dono mencoba memberikan waktu kepada rekannya agar mengembalikan modal ratusan juta rupiah yang telah diberikannya.

Namun, sampai awal 2020, rekannya tak kunjung mengembalikan modal. Akhirnya, Dono melaporkan S ke Polres Metro Bekasi Kota atas dugaan penipuan dan penggelapan.

Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor: STPL/69/K/I/SPKT/Restro Bks Kota. Setelah laporan diterima, kasus ini kemudian ditangani penyidik dari Unit Jatanras Satreskrim berinisial R.

Dari laporan tersebut, Dono malah dibuat tidak pasti setelah dimintai biaya penanganan kasus oleh penyidik.

“Penyidik meminta saya untuk biaya proses, untuk geser perkara sekitar Rp 4 jutaan, untuk gelar perkara Rp 3,5 juta, terus setelah itu diproses sama dia,” bebernya.

Kala itu, penyidik berjanji kepada Dono akan menyelesaikan kasus ini karena tergolong perkara mudah.

Bahkan, penyidik berjanji bisa membuat rekannya mengembalikan uang modal yang diberikan Dono.

Setelah tak ada kabar perkembangan kasusnya, pada Desember 2020, penyidik tiba-tiba memberitahu bahwa terlapor mau mengembalikan uangnya bertahap. Saat itu, terlapor disebut mau menyicil Rp 190 juta.

Akan tetapi, Dono sebetulnya enggan menerima pengembalian uang. Dia khawatir perkara pidana yang sedang dia tempuh bergeser ke ranah perdata.

Penyidik yang mengetahui Dono ragu kemudian menjamin bahwa perkara tersebut tetap di ranah kasus pidana.

Namun, Dono menemui keanehan lantaran uang pengembalian diberikan terlapor melalui penyidik, kemudian baru diserahkan ke dirinya.

Dono kemudian menerima uang pengembalian saat bertemu penyidik di sebuah rumah makan cepat saji.

Namun, nilai uang yang diterimanya tak sesuai dengan jumlah yang diserahkan terlapor melalui penyidik.

Kata Dono, total uang disunat sekitar Rp 35 juta untuk diberikan ke sejumlah petinggi Satreskrim kala itu.

“Ngasih ke saya Rp 190 juta, tapi dengan catatan ada ‘titipan’, dipotong tadi untuk Kanit Rp 10 juta, Wakasat Rp 10 juta dan Rp 10 juta untuk dia (penyidik) sendiri, plus Rp 5 juta untuk anggota Jatanras tim dia, jadi total Rp 35 juta,” ungkap Dono.

Meski dipotong, Dono tetap menerima dan mulai menemukan titik terang. Terlebih, penyidik juga sempat menunjukkan surat perjanjian pengembalian sisa uang terlapor meski tanpa sepengetahuannya.

Surat tersebut ditandatangani terlapor di atas materai yang berisi pencicilan sisa pengembalian uang pada Januari, Februari, Maret, April dan Mei 2021.

Selanjutnya, Dono berusaha mengikuti alur yang dijalankan penyidik. Namun, sampai waktu yang dijanjikan, tak ada pengembalian uang susulan.

Dono pun merasa dipermainkan oleh penyidik. Hal itu pada akhirnya membuat dia melaporkan penyidik ke Paminal Polres Metro Bekasi Kota.

“November 2023 itu saya lapor ke Paminal, dia (penyidik R) disidangkan kode etik sehingga menjalankan hukum 21 hari,” jelasnya.

Setelah sidang kode etik, penanganan kasusnya menjadi penuh ketidakpastian sampai saat ini. Kini, Dono hanya berharap akan adanya kepastian hukum dalam kasus yang telah dilaporkannya lima tahun silam.

“Dengan berbagai alasan berbagai macam alibi, belum melanjutkan atau belum menjadikan gelar perkara,” imbuh dia.(*)

Check Also

Foto: Ali Husein bersama kawan-kawannya Korban Peristiwa 27 Juli 1996 (Peristiwa Kudatuli) yang tergabung di Forum Komunikasi Kerukunan Korban Kerusuhan Peristiwa 27 Juli 1996 (FKK-124), saat kumpul di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.(Dok)

Tidak Loyal Kepada Partai, Korban Kudatuli Minta Ketua Umum dan Sekjen PDIP Anulir Pencalonan Indra Kusuma di Brebes

Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto disarankan segera melakukan evaluasi dengan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *