Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar menyebut, penegak hukum harus mengambil pelajaran dari fenomena amnesti massal terhadap 1178 narapidana yang mayoritas adalah penyalah guna narkotika.
Farisz seharusnya dituntut dengan hukuman rehabilitasi dan didakwa dengan dakwaan tunggal pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Kalau Jaksa Penuntut Umum (JPU) memahami Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Farisz pasti tidak didakwa secara kumulatif atau alternatif apalagi di juncto kan dengan pasal 55 KUHP,” tutur Anang Iskandar dalam unggahan Instagramnya: https://www.instagram.com/p/DM-D4lQTswt/?igsh=MTVwbmZidzEwOGdwZw==.
Lebih lanjut, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012/2015, mengatakan Penegakan hukum terhadap penyalah guna bersifat rehabilitatif.
“Artinya selama proses pemeriksaan di semua tingkat pemeriksaan tidak memenuhi syarat ditahan (penegak hukum tidak berhak menahan) justru penegak hukum diwajibkan menempatkan tersangka atau terdakwa Farisz kedalam lembaga rehabilitasi atau rumah sakit yang ditunjuk sebagai IPWL,” tutur Anang Iskandar.
Seharusnya Farisz didakwa berdasarkan Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan dakwaan tunggal, tidak boleh dituntut secara kumulatif, alternatif dengan pasal yang diperuntukan bagi pengedar, apalagi di juncto kan dengan Pasal 55 KUHP.
“Ingat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika itu bukan Undang-Undang Pidana,” katanya.
Farisz seharusnya diadili di Pengadilan Khusus Narkotika dan hakim yang mengadili wajib menghukum Farisz RM menjalani rehabilitasi, baik terbukti salah atau tidak terbukti bersalah, karena pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, memberi kewenangan hakim wajib menghukum rehabilitasi dan menyatakan masa menjalani rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
“Artinya rehabilitasi bentuk hukuman khusus bagi penyalah guna narkotika, tidak ada hukuman pidana penjara bagi penyalah guna narkotika, mesti diancam secara pidana,” ujarnya.
Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri 2015/2016, menegaskan, karena diadili di Pengadilan Negeri dimana kompetensi hakim yang mengadili hanya berkompeten mengadili perkara pidana dan perdata, maka Faritsz akhirnya dijatuhi hukuman pidana penjara dan denda layaknya pengedar narkotika untuk yang ke 3 kalinya dan may be ke 4 kalinya.
“Masak iya masalah penegakan hukum terhadap orang yang membeli narkotika untuk dikonsumsi yang mengoreksi harus presiden melalui Amnesti,” katanya.(*)