Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar berswafoto bersama keluarga. (Instagram)
Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar berswafoto bersama keluarga. (Instagram)

Sebanyak 1.178 Narapidana Dapat Amnesti, Kinerja Aparat Hukum Dipertanyakan

Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar menyebut, pemberian Amnesti terhadap 1.178 narapidana adalah sindiran halus kepada Aparat Penegak Hukum di Indonesia.

Berdasarkan Kepres No 17 tahun 2025 sebanyak 1.178 narapidana mendapat Amnesti. Amnesti secara harfiah berarti melupakan, adalah tindakan menghapuskan hukuman pidana yang telah dijatuhkan maupun belum dijatuhkan kepada orang-orang.

Hukum amnesti memiliki karakteristik khusus, yakni berlaku surut, karena hanya berlaku untuk tindakan yang dilakukan sebelum ditetapkan.

“Sesungguhnya celaan halus terhadap proses penegakan hukum, dan pemidanaan. Penegakan hukum masuk jalan buntu dalam mewujudkan Keadilan Rehabilitatif atau Rehabilitative Justice yakni Justice For Health bagi penyalah guna narkotika,” tutur Anang Iskandar dalam unggahan Instagramnya, https://www.instagram.com/p/DM7r2gxzTCJ/?igsh=Nzdoa3BxZHRxOWhw.

Lebih lanjut, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012/2015, mengatakan, Amnesti yang mayoritas perkara penyalahgunaan narkotika yang diproses secara pidana, kemudian dihukum penjara menunjukkan sudah tahap memasuki Kebuntuan Hukum.

“Ini adalah pelajaran bagi para penegak hukum narkotika jangan sampai penyalah guna narkotika dalam proses hukum dijatuhi hukuman penjara. Amnesti adalah jalan keluar konstitusional untuk mendapatkan akses rehabilitasi baik rehabilitasi milik pemerintah maupun swasta,” tuturnya.

Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri 2015/2016, menegaskan, Amnesti yang diberikan oleh Presiden perlu mendapat apresiasi dari masyarakat, sekaligus celaan kepada proses penegakan hukum dan pemidanaan terhadap penyalahguna narkotika.

“Dengan harapan, penegak hukum mengubah paradigma penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan rehabilitatif terhadap penyalahguna,” ujarnya lagi.

Anang Iskandar memperingatkan, bagi mereka yang tidak faham konstitusi narkotika, pasti menganggap pemberian Amnesti adalah semata mata alasan politik an-sich, atau hak prerogatif presiden.

“Padahal sesungguhnya karena masalah ketidakadilan akibat kesalahan proses penegakan hukum dan pemidanaan. Penyalahguna seharusnya dilakukan Penegakan Hukum Rehabilitatif dan dihukum Rehabilitasi, tapi faktanya dilakukan penegakan hukum pidana dan dihukum penjara,” jelas Anang Iskandar.

Semoga pasca Amnesti, tambah dia, para penegak hukum memahami tujuan dibuatnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dia berharap, ada perubahan pada Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang tidak berdasarkan paradigma hukum narkotika.

“Serta mencabut peraturan teknis Mahkamah Agung sepanjang mengenai penyalahguna narkotika. Dan mencabut peraturan Jaksa Agung mengenai pedoman penyelesaian perkara narkotika berdasarkan Restorative Justice dan Dominus Litis, serta Peraturan Kapolri tentang Restorative Justice sepanjang mengenai penyalahguna narkotika,” tandasnya.(*)

Check Also

Jaksa Agung Burhanuddin Dukung Pemeriksaan Kinerja BPK RI Demi Penanganan Perkara Pidana yang Efektif dan Akuntabel.

Jaksa Agung Burhanuddin Dukung Pemeriksaan Kinerja BPK RI Demi Penanganan Perkara Pidana yang Efektif dan Akuntabel

Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin menyambut baik pelaksanaan Entry Meeting Pemeriksaan Kinerja Pendahuluan atas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *