Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar.
Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar.

Anang Iskandar: Restorative Justice Perkara Narkotika Ala Kejaksaan Melanggar Undang-Undang!

Pakar Hukum Anti Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar menyebut, upaya penghentian penuntutan perkara pidana narkotika yang kerap dilakukan oleh Kejaksaan secara Restorative Justice atau Keadilan Restoratif adalah melanggar Undang-Undang.

Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri 2015/2016, menegaskan, penghentian perkara narkotika atas nama tersangka Putra Sp alias Etot bin syahari yang dijerat Pasal 112 Ayat (1) atau Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yang disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum) Prof Dr Asep Nana Mulyana berdasarkan pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.

“Kebijakan menyelesaikan perkara narkotika atas dasar Keadilan Restoratif  atau Restorative Justice alias RJ dan dominus litis bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” tutur Anang Iskandar dalam unggahannya di Instagram https://www.instagram.com/p/DM0N9Rez2FT/?igsh=a20xeGlyYjd1eGJo.

“Undang-Undang Narkotika mengatur tentang penyelesaian masalah penyalahgunaan narkotika melalui mekanisme wajib lapor pecandu, melalui mekanisme penegakan hukum rehabilitatif, bukan dihentikan. Di mana hakim diwajibkan oleh Undang-Undang untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika, sedang terhadap pengedar penegakan hukumnya bersifat khusus,” terang Anang Iskandar.

Lebih lanjut, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012/2015, mengingatkan kepada penegak hukum dan masyarakat khususnya Kejaksaan Agung bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika itu bukan Undang-Undang Pidana.

“Oleh sebab itu perkara narkotika tidak bisa dihentikan atas dasar Restorative Justice. Karena Restorative Justice merupakan kebijakan hukum pidana,” ujarnya.

“Dan kewenangan dominus litis kejaksaan bukan untuk menghentikan perkara narkotika, tapi lebih pada menuntut tersangka dengan tuntutan rehabilitasi, agar yakin hakim memutus yang bersangkutan menjalani rehabilitasi seperti terdapat di Pasal 103 Undang-Undang Narkotika,” lanjut Anang Iskandar.

Keadilan Rehabilitatif diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa tujuan dibuatnya Undang-Undang Narkotika untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu (Pasal 4d), kewenangan penyelesaian perkaranya diberikan kepada hakim berdasarkan Pasal 127 ayat 2 juncto Pasal 103 Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

“Terbukti bersalah atau tidak, hakim wajib menjatuhkan hukuman rehabilitasi,” tegas Anang Iskandar.

Anang Iskandar menegaskan, Kejaksaan Agung tidak berwenang membuat pedoman penyelesaian perkara narkotika yang dibuat berdasarkan hukum pidana, karena masalah narkotika bukan pidana an sich tapi lebih pada masalah kesehatan dan sosial.(*)

Check Also

Kantor Polres Kabupaten Bekasi di Cikarang.

Parah, Pelapor Sudah Cabut Laporan dan Kedua Belah Pihak Sudah Berdamai, Tapi Kok Polres Bekasi Malah Masih Sengaja Menahan Terlapor di Sel Tahanan

Sungguh malang nasib warga miskin pencari keadilan di Bekasi. Warga yang dilaporkan atas dugaan pencurian …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *