Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Jampidum Asep Nana Mulyana Setujui Restorative Justice Perkara Penganiayaan di Lebong Bengkulu

Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual pada Senin 28 Juli 2025, dalam rangka menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) terhadap Tersangka Pauzi Nanjaya alias Pauzi bin Mardinus, dari Kejaksaan Negeri Lebong yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Perkara ini terjadi pada 12 Januari 2025 saat Tersangka dan Korban Rivaldo Mahendra terlibat pertengkaran akibat pembubaran balap liar di Desa Tabeak Blau Dua.

Tersangka memukul kepala dan wajah korban hingga menyebabkan luka memar dan robek di bagian mulut, sebagaimana hasil Visum Et Repertum RSUD Lebong. Setelah kejadian, Tersangka mengakui perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf.

Pada 14 Juli 2025, telah dilaksanakan proses perdamaian yang difasilitasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Lebong Evelin Nur Agusta, S.H., M.H., Kasi Pidum Heri Antoni, S.H. selaku Jaksa Fasilitator.

Korban menerima permintaan maaf dan memaafkan Tersangka tanpa syarat serta sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan.

Permohonan Restorative Justice ini telah disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Victor Antonius Saragih, S.H., M.H. dan dikuatkan dalam ekspose yang disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

●        Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

●        Tersangka belum pernah dihukum;

●        Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

●        Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

●        Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

●        Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

●        Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

●        Pertimbangan sosiologis;

●        Masyarakat merespon positif.

“Kepala Kejaksaan Negeri Lebong dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.(*)

Check Also

Kantor Polres Kabupaten Bekasi di Cikarang.

Parah, Pelapor Sudah Cabut Laporan dan Kedua Belah Pihak Sudah Berdamai, Tapi Kok Polres Bekasi Malah Masih Sengaja Menahan Terlapor di Sel Tahanan

Sungguh malang nasib warga miskin pencari keadilan di Bekasi. Warga yang dilaporkan atas dugaan pencurian …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *