Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Romica Herawati.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Romica Herawati.

KKP Beri Izin Pemanfaatan Air Laut ke PLTU Batang, KIARA: Orientasi KKP Hanya Pada Peningkatan PNBP, Bukan Pada Perlindungan Nelayan dan Lingkungan Laut!

Pada tanggal 22 Juli 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan Izin Pemanfaatan Air Laut Selain Energi (ALSE) kepada PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) selaku pengelola PLTU Batang di Jawa Tengah. 

Di dalam keterangannya, KKP menyebutkan bahwa PLTU Batang memanfaatkan sekitar 3 miliar meter kubik air laut setiap tahunnya, terutama untuk proses pendinginan. 

Izin ALSE mengatur pemanfaatan air laut untuk keperluan industri selain energi, seperti pendinginan, produksi air minum, atau pemanfaatan lainnya.

Merespon hal tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menyebutkan bahwa penerbitan izin pemanfaatan air laut selain energi untuk PLTU Batang ini harus menjadi perhatian serius. 

“Pemanfaatan 3 miliar kubik air laut di setiap tahunnya merupakan jumlah yang sangat besar dan juga berpotensi akan berdampak luas terhadap kondisi sosial-ekologi di wilayah perairan sekitar PLTU Batang tersebut. Pemanfaatan air laut ini akan digunakan untuk proses pendinginan PLTU, akan tetapi yang menjadi perhatian serius adalah air bahang yang merupakan air laut bekas pendinginan turbin/kondesor PLTU tersebut langsung dialirkan ke laut. Perbedaan suhu air yang signifikan tersebut berpotensi mengganggu bahkan merusak keberlanjutan ekosistem maupun biota laut yang hidup di sekitar perairan tersebut,” tutur Susan.

KIARA mencatat sampai saat ini belum ada informasi dari masyarakat pesisir di sekitar PLTU Batang yang menyebutkan bahwa Pemerintah maupun PT BPI selaku pengelola PLTU Batang telah melakukan sosialisasi dan menginformasikan dokumen studi kelayakan lingkungan hidup kepada masyarakat pesisir khususnya nelayan terkait izin pemanfaatan air laut selain energi untuk pendinginan turbin/kondesor PLTU tersebut.

KIARA menduga bahwa Izin Pemanfaatan ALSE tersebut melalui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). 

Keluarnya PKKPRL tersebut diduga disesuaikan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah yang telah terintegrasi dengan Perda RZWP3K. 

Dalam Perda RTRW integrasi tersebut, terdapat rencana pola ruang untuk kegiatan industri di mana terdapat 2 titik alokasi ruang di Kabupaten Batang dengan total luasan 175,88 ha yang terdiri dari: 1) Kode Zona: KPU-ID-03, dengan luas 59,47 ha; dan 2) Kode Zona: KPU-ID-04, dengan luas 116,41. 

“Akan tetapi, dalam rincian pengaturan tentang apa yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan tidak diperbolehkan, tidak terdapat pemanfaatan air laut untuk pendinginan-pendinginan turbin/kondesor PLTU,” jelas Susan.

KIARA mencatat bahwa di sekitar areal PLTU Batang terdapat 1.167 jiwa nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya kepada laut. 

Jumlah nelayan tersebut tersebar di Kelurahan Ujungnegoro, Depok, Kenconorejo, Ponowareng, dan Karanggeneng. 

“Jumlah tersebut hanya yang berada di sekitar 1-2 km dari pusat PLTU Batang dan belum menghitung jumlah perempuan nelayan yang juga menggantungkan hidupnya dari hasil perikanan laut di area tersebut,” katanya.


Sehingga perlu studi analisa dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan tersebut, sehingga aktivitas penyedotan air laut serta pembuangan air bahang dari aktivitas PLTU tidak mencemari bahkan merusak ekosistem perairan yang ada di sekitar PLTU Batang, serta tidak merugikan perekonomian nelayan tradisional yang ada di sekitarnya,” lanjut Susan.

“Dari berbagai temuan di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan PLTU di Jawa Tengah beserta fasilitas pendukungnya telah menyebabkan kerugian perekonomian bagi nelayan tradisional yang ada di sekitarnya. 

Salah satunya adalah temuan PSPK UGM yang menyatakan bahwa terjadinya penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional khususnya udang yang menyebabkan terjadinya penurunan penghasilan nelayan tradisional. 

Selain itu, nelayan tradisional juga mengalami kerusakan jaring penangkap ikan akibat lumpur dan batu limbah pekerjaan pengerukan laut untuk pembangunan dermaga atau fasilitas lainnya PLTU, serta adanya larangan untuk memancing ikan di perairan PLTU yang menyebabkan nelayan Roban Barat mengalami kerugian.

Selain itu nelayan di Roban Timur juga mengalami penurunan hasil tangkapan, di mana sebelum PLTU beroperasi, nelayan dapat menghasilkan Rp 800.000 – Rp 1.000.000 setiap harinya, Akan tetapi setelah PLTU beroperasi, kondisi hasil tangkapan nelayan itu tidak sampai Rp 500.000 per hari.

“Berbagai persoalan ini yang seharusnya diamati dan dievaluasi oleh KKP sehingga posisi KKP adalah mendukung dan memperjuangkan hak-hak nelayan tradisional yang selama ini hak-hak tersebut telah dirampas akibat beroperasinya berbagai industri, khususnya PLTU di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.

“Akan tetapi, hingga sampai saat ini, keresahan, kesulitan dan penderitaan yang dialami nelayan tradisional masih belum jadi prioritas KKP. Kami menilai fokus KKP saat ini adalah pada peningkatan PNBP semata seperti yang dihasilkan dari Izin Pemanfaatan Air Laut Selain Energi (ALSE),” lanjutnya.

“Bukan berfokus pada penyelamatan, perlindungan dan pemberdayaan nelayan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Berbagai persoalan inilah yang menciptakan gap antara kebutuhan nelayan tradisional dengan kepentingan KKP yang berorientasi pada peningkatan PNBP,” pungkas Susan.(*)

Check Also

Kantor Polres Kabupaten Bekasi di Cikarang.

Parah, Pelapor Sudah Cabut Laporan dan Kedua Belah Pihak Sudah Berdamai, Tapi Kok Polres Bekasi Malah Masih Sengaja Menahan Terlapor di Sel Tahanan

Sungguh malang nasib warga miskin pencari keadilan di Bekasi. Warga yang dilaporkan atas dugaan pencurian …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *