Pakar Hukum Anti Narkotika Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) Tahun 2015/2016, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012/2015.
Pakar Hukum Anti Narkotika Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) Tahun 2015/2016, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012/2015.

Anang Iskandar: Indonesia Butuh Pengadilan Khusus Perkara Narkotika

Pakar Hukum Anti Narkotika Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., berpendapat, segala perkara narkotika harus diputuskan oleh Hakim dalam proses persidangan.

Karena itu, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri 2015/2016, menyarankan, Pemerintah dan DPR maupun Mahkamah Agung (MA) segera membuat regulasi untuk mewujudkan adanya Pengadilan Khusus Perkara Narkotika.

Menurutnya, penyalahguna narkotika apakah itu artis, bukan artis atau mereka yang berprofesi polisi, jaksa, hakim atau tentara sekalipun, atau siapa saja kalau mengalami jadi korban penyalahgunaan narkotika, kemudian menjadi penyalah guna dan berkarier sebagai pecandu, tidak perlu ditangkap.

“Percuma (ditangkap), apa lagi dituntut, diadili dan dihukum penjara. Karena Undang-Undang Narkotika bukan Undang-Undang Pidana, dimana sumber hukumnya adalah konvensi internasional yang menjamin penyalahguna sebagai penderita sakit adiksi mendapatkan perawatan,” tutur Anang Iskandar, kepada wartawan, Rabu (16/7/2025).

Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, SH.,MH., yang merupakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012/2015 menegaskan, penyalahguna narkotika tidak punya niat jahat. Kebanyakan pemakai  membutuhkan narkotika yang kemudian membeli narkotika karena tuntutan fisik dan psikis dari sakit yang dideritanya.

“Bagi penegak hukum, yang paling penting untuk dipahami bahwa Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika bukan Undang-Undang Pidana. Oleh karena itu perkara narkotik tidak tepat  diadili di Pengadilan Negeri yang notabene kewenangannya terbatas mengadili perkara pidana dan perdata,” jelas Anang Iskandar.

“Perkara narkotika mestinya diadili di Pengadilan Narkotika seperti halnya Perkara Niaga, Korupsi dan HAM,” lanjut Anang Iskandar menjelaskan.

Karena Pengadilan Negeri terbatas kewenangan mengadili perkara pidana dan perdata, kemampuan para Hakim Pengadilan Negeri  juga terbatas.

“Oleh karena itu jangan heran kalau perkara penyalahgunaan narkotika berbelok menjadi perkara pidana yang mengakibatkan penyalahguna maupun pecandu dijatuhi hukuman penjara dan denda,” katanya.

Artis penyalah guna tidak perlu ditangkap, karena Undang-Undang Narkotika mengatur alternatif model penanggulangan penyalahgunaan narkotika, yaitu penanggulangan model kesehatan.

Model ini mewajibkan penyalah guna melakukan wajib lapor pecandu guna mendapatkan perawatan. Model ini lebih humanis, efektif dan efektif.

Menurut dia, model penanggulangan ala penegakan hukum narkotika, menggunakan penegakan hukum rehabilitatif yaitu penegakan hukum tanpa upaya paksa penahanan dengan kewajiban menempatkan tersangka/terdakwa ke dalam rumah sakit atau lembaga rehabilitasi.

Meski begitu, Anang Iskandar menekankan, model penanggulangan seperti itu tidak akan pernah efisien.

“Perkara penyalahguna narkotika dituntut dan dakwaan pasal 127/1 dan dijatuhi hukuman rehabilitasi yaitu Pasal 103. Model ini humanis, efektif tapi tidak efisien,” tandasnya.(*)

Check Also

Puluhan aktivis mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta) menggeruduk kantor Menteri Agama di Jalan Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Pusat, Rabu, 16 Juli 2025.

Aksi-Aksi Intoleransi Dibiarkan Begitu Saja, Puluhan Aktivis GMKI Jakarta Geruduk Kantor Menteri Agama

Puluhan aktivis mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta) menggeruduk kantor Menteri …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *