Pemerintah Indonesia diminta untuk bersikap tegas dan jelas terkait konflik di Timur Tengah yakni perang Iran vs Israel.
Selama ini, Indonesia sering bersembunyi dengan bahasa-bahasa yang sangat terkesan basa-basi jika berurusan dengan konflik di Timur Tengah.
Dengan balutan pernyataan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif dan Indonesia Turut Menciptakan Perdamaian Dunia, sebagaimana termaktub di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia, sering kali dijadikan alasan untuk tidak memiliki sikap tegas.
Hal itu terungkap dalam Dialog Publik Universitas Jakarta, Konflik Iran-Israel: Perspektif Global dan Implikasinya Bagi Indonesia.
Dialog Publik Universitas Jakarta ini digelar di Aula Lantai 1 Universitas Jakarta, pada Senin sore (30/6/2025) dan disiarkan interaktif secara live.
Rektor Universitas Jakarta (UNIJA), Ibu Shafiria Sada Manaf, S.H., M.M., tampil sebagai Keynote Speaker.
Dialog ini diselenggarakan oleh Dekan FISIP Universitas Jakarta, Hasrul Harahap, S.S., S.H., M.Hum., sebagai Host. Dengan menampilkan Wakil Rektor III Universitas Jakarta, Tantan Taufik Lubis, S.I.P., M.H., sebagai moderator.
Dengan dua narasumber yakni Sarmawi, L.c., M.A., Dosen FISIP Universitas Jakarta, yang merupakan lulusan Universitas di Teheran, Iran. Dan, Kemal Abdul Rasyid, S.Hum., M.Si, yang juga Dosen FISIP Universitas Jakarta.
Dalam paparannya, Rektor Universitas Jakarta (UNIJA), Ibu Shafiria Sada Manaf, S.H., M.M., menyampaikan, konflik di Timur Tengah, yakni perang Iran vs Israel, tidak hanya menyebabkan peningkatan eskalasi di Timur Tengah sendiri, tetapi sudah berdampak global.
“Menyebabkan krisis energi, perebutan sumber-sumber minyak bumi, dan memicu konflik negara-negara di dunia,” tutur wanita yang akrab disapa Ibu Ria itu.
Karenanya, lanjut Ria, efek buruk konflik Timur Tengah itu harus dihindari. “Terutama bagi negara-negara belahan dunia lain, seperti kita di Indonesia. Kita sangat tidak setuju adanya perang. Apalagi jika dibilang akan ada Perang Dunia Ketiga, itu kita tidak setuju. Indonesia cinta perdamaian dunia. Dan perang harus dihindari,” tegas Ria.
Senada dengan Rektor UNIJA, Dekan FISIP Universitas Jakarta, Hasrul Harahap, S.S., S.H., menekankan konflik di Timur Tengah yakni perang Iran vs Israel telah menyebabkan implikasi global, implikasi sosial, politik, budaya, ideologi.
“Bahkan terus memicu konflik-konflik di negara-negara lain di dunia. Kita juga terkena dampak buruk inflasi, juga adanya polarisasi ideologi di masyarakat. Dan itu sangat amat merugikan semua pihak,” ujar Hasrul Harahap.
Pembicara Kemal Abdul Rasyid, menekankan, sikap Indonesia harus tegas. Sebab konstitusi mengamanatkan politik luar negeri Indonesia bebas aktif dan mendorong perdamaian dunia, maka hal itu harus nyata dilakukan oleh Indonesia.
“Kita sudah sering abu-abu dalam bersikap. Malah istilahnya sikapnya banci. Ini harus dihentikan. Bersikap tegas dan konstitusional, itu salah satu upaya yang bisa dilakukan Indonesia,” ujar Kemal.
Sedangkan pembicara Sarmawi memprediksi Indonesia akan sulit bersikap bebas aktif, sebab faktanya selama ini sikap Indonesia seringkali ambigu.
Bahkan yang terkini, Indonesia malah sudah menjadi bagian dari BRICS. Indonesia resmi menjadi anggota BRICS pada tanggal 6 Januari 2025.
BRICS adalah singkatan dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, dan kini Indonesia menjadi anggota kesepuluh, atau yang terbaru, dalam organisasi ekonomi multinasional ini.
Bahkan selama ini, kata dia, Indonesia sejujurnya sudah tidak Independen, sebab menjadi bagian dari organisasi Negara-Negara Islam yang secara politik memiliki keberpihakan sebagai Anti-Israel dan Anti-Amerika Serikat.
“Indonesia harus bersikap yang benar. Yang benar menurut kebenaran,” ujar Sarmawi tanpa merinci Sikap Yang Benar yang dimaksud seperti apa.(*)