Dugaan kriminalisasi terhadap lansia Li Sam Ronyu (68 tahun) terus bergulir. Sidang praperadilan atas dugaan praktik mafia tanah yang disinyalir melibatkan oknum penyidik kepolisian itu digelar di Pengadilan Negeri Tangerang (PN Tangerang) pada Rabu, 25 Juni 2025.
Kasus ini bergulir karena Li Sam Ronyu dituduh melakukan penyerobotan tanah di Kawasan Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang.
Li Sam Ronyu diduga dijadikan Tersangka secara paksa oleh oknum Penyidik bersama pihak Pelapor yang mengaku ahli waris.
Sebelumnya diberitakan, Li Sam Ronyu dilaporkan oleh pihak ahli waris yang mengaku pemilik tanah tersebut ke Polres Metro Tangerang Kota atas tudingan pemalsuan dokumen, hingga menjadi tersangka.
Charles Situmorang, Koordinator Tim Kuasa Hukum Li Sam Ronyu mengatakan, kliennya sudah memiliki tanah seluas 32 hektar yang berlokasi di Kampung Nangka, Desa Teluk Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang tersebut sejak tahun 1994.
Li Sam Ronyu ketika itu membelinya dari pemilik sebelumnya bernama Sucipto. Namun hanya memiliki Akta Jual Beli (AJB).
Usai persidangan, kepada awak media Charles Situmorang yang didampingi timnya, menegaskan, pihak-pihak pelapor dan oknum penyidik tidak hadir pada sidang perdana itu.
“Kami menghadiri sidang permohonan praperadilan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Polres Metro Tangerang Kota atas klien kami,” ujar Charles Situmorang dalam keterangannya yang diterima redaksi, Jumat (27/6/2025).
“Kami sangat kecewa. Kenapa? Karena hari ini kami dipanggil oleh pihak pengadilan untuk hadir di persidangan pertama, namun penegak hukum yang dalam hal ini adalah pihak Penyidik dari Polres Kota Tangerang tidak hadir, sehingga sidang ditunda minggu depan,” ungkapnya.
Charles Situmorang juga mengungkapkan kekhawatiran kliennya, dengan menyatakan bahwa di aturan bahwa permohonan itu diatur dari pasal 78 sampai 82 KUHP.
Pada Pasal 72 sampai 82 KUHP itu dijelaskan, “Bahwa ada batasan waktu sejak pendaftaran itu, pendaftaran permohonan itu didaftarkan di pengadilan negeri 3 hari, Hakim sudah harus melakukan panggilan kepada pihak-pihak termasuk kami dan termasuk kepada termohon dalam hal ini pihak kepolisian Polres Metro Tangerang Kota, dan Kejaksaan Negeri Seorang anggota kemudian setelah sidang pertama ini di di KUHAP itu di pasal 82 huruf a b c disebutkan.”
“Sejak sidang pertama yang agendanya pemeriksaan, sidang pertama 7 hari disebutkan di sana. Nah, tapi kenapa hari ini justru ditunda sampai minggu depan. Ada kekhawatiran kami, jangan-jangan atau patut diduga, ini adalah upaya untuk segera melimpahkan perkara yang ditangani oleh penyidik supaya permohonan kami ini gugur,” ungkap Charles Situmorang.
Atas pertimbangan kondisi tersebut, Charles Situmorang pun mohon bantuan dari kawan-kawan media, masyarakat dalam kasus ini.
“Sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini kan beredar #NoviralNoJustice dan beberapa pengalaman kami juga menangani perkara memang seperti itu,” ujar Charles.
“Kamipun menduga bahwa penetapan tersangka terhadap klien kami itu justru bertentangan dengan aturan hukum aturan mainnya, karena kami sudah melakukan surat permohonan audit untuk 3 bulan kepada Polri, tapi sampai hari ini belum ada respon, lalu kemudian kita mengajukan sejak tanggal 10 Juni sampai hari ini,” lanjut Charles menuturkan.
“Yang paling parah adalah, bahwa pada saat perkara dengan penyidik kami sudah mengajukan permohonan atau gelar khusus Dir Wasidik dalam khusus ini. Dari gelar khusus itu diberikan rekomendasi bahkan disampaikan belum terdapat tindak pidana, kemudian penyidik Polres Kota diminta untuk melakukan pemeriksaan saksi dan penyitaan terhadap enam AJB,” bebernya.
“Faktanya, justru Penyidik ini belum melakukan. Ada saksi yang belum diperiksa dan belum melakukan penyimpangan tapi selain kami sudah tersangka artinya Penyidik di sini juga kami menilai tidak patuh pada rekomendasi Direktur Pengawasan Penyidik atau Dir Wassidik Bareskrim Mabes Polri. Sehingga berdasarkan kejadian-kejadian tersebut, wajar kemudian kami merasa curiga atau menduga dan bertanya-tanya, Ada apa di balik penetapan tersangka klien kami?,” ujarnya.
“Namun faktanya, klien kami langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses lanjutan sesuai rekomendasi resmi dari Mabes Polri. Ini sangat janggal,” tegasnya.
Pihak kuasa hukum Li Sam Ronyu telah mengirim surat permohonan audit investigasi ke Irwasum dan Kadiv Propam Polri, namun belum menerima tanggapan. Mereka juga akan mengajukan permohonan audiensi ke Komisi III DPR.
“Kami mohon perhatian publik. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sekarang ini seperti pepatah: No Viral, No Justice,” ujarnya.
Pihak kuasa hukum Li Sam Ronyu meminta Pengadilan Negeri Tangerang menjalankan fungsi pengawasan yudisial secara tegas dan mendorong aparat penegak hukum menjunjung tinggi prinsip Due Process of Law.(*)